Post Title Goes Here

Post Description Goes Here....

Post Title Goes Here

Post Description Goes Here....

Post Title Goes Here

Post Description Goes Here....

Takwim 2011

Mutiara Al-Quran

Hadith Muslim

Mesyuarat 5/8/2011

Posted Posted by admin in , Comments 0 ulasan


Foto 1

Foto 2

Foto 3

Foto 4

Foto 5

Foto 6

Foto 7

Foto 8

Foto 9

Foto 10

Foto 11

Gambar sekitar kerja-kerja pembersihan hutan bakau

Posted Posted by admin in , Comments 0 ulasan




Foto 01
Foto 02
Foto 03
Foto 04
Foto 05
Foto 06
Foto 07

Foto 08

Foto 09
Foto 10

Foto 11

Foto 12

Foto 13

Foto 14

Foto 15

Foto 16

Foto 17

Foto 18

Foto 19

Foto 20

Foto 21

Foto 22

Foto 23

Foto 24

Foto 25

Foto 26

Foto 27

Foto 28

Foto 29

Foto 30

Foto 31

Foto 32

Foto 33

Bagaimana Rasulullah Mengubati Penyakit Masyarakat

Posted Posted by admin in Comments 0 ulasan


Sudah menjadi fitrah manusia itu ia ingin hidup aman damai. Begitu juga fitrah manusia itu, dia tidak mahu berlakunya krisis, kemungkaran, pemerkosaan dan segala penyakit masyarakat.

Andaikata kalau dia seorang pemimpin, dia mahu orang yang dipimpin itu meletakkan ketaatan kepadanya. Begitu juga kalau dia seorang yang dipimpin, dia mahu pemimpinnya meletakkan keadilan kepadanya. Andaikata kalau dia seorang ayah, dia mahu anak-anaknya memberikan ketaatan dan kepatuhan kepadanya. Begitu juga kalau dia seorang anak, dia mahu ibu dan ayahnya meletakkan kasih sayang kepadanya. Begitu jugalah suami kepada isterinya, dan isteri kepada suami. Andaikata seorang pemimpin, ibu, ayah, guru, suami, isteri dapat meletakkan diri pada tempat masing-masing. Begitu juga seorang rakyat, anak murid, dapat meletakkan diri pada tempat masing-masing, maka tidak akan terjadi pergaduhan, pertengkaran diatas muka bumi ini.

Tapi kalau kita lihat, apa yang terjadi adalah sebaliknya. Firman Allah yang ertinya:
"Telah berlaku kerusakan di daratan dan di lautan akibat dari tangan-tangan manusia" [Surah Ar-Rum, ayat 41]

Hal ini terjadi bila pemimpin tidak dapat memberi keadilan, terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Begitu juga orang yang dipimpinnya tidak dapat memberikan ketaatan kepadanya. Ibu ayah juga tidak dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya, begitu juga anak-anak tidak dapat memberikan ketaatan terhadap ibu dan ayahnya. Begitu juga guru terhadap murid dan murid terhadap gurunya, suami terhadap isterinya dan isteri kepada suaminya.

Sebab itu dapat kita lihat berbagai-bagai masalah timbul dari sekecil-kecil masalah hinggalah ke sebesar-besar masalah. Dari rumah tangga, hinggalah ke negara-negara yang hebat pemimpinnya. Telah berbagai cara dan jalan dicari untuk menyelesaikan masalah. Ada yang mengatakan :
1. Kekayaan dapat menyelesaikan masalah ini. Maka mereka pun berusaha bersungguh-sungguh mendapatkannya, tetapi tidak juga dapat menyelesaikan masalah ini.
2. Ada pula yang mengatakan kepandaian dan ilmu pengetahuan akan dapat menyelesaikan masalah ini. Maka merekapun berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya, tetapi juga tidak berhasil untuk menyelesaikan masalah ini, bahkan bertambah rumit lagi.
3. Ada juga yang mengatakan pangkat dan darjat dapat menyelesaikan masalah ini, tetapi ini juga tidak berhasil menyelesaikan masalah yang melanda masyarakat, bahkan bertambah parah dan rumit lagi.

Jadi jalan yang paling mudah untuk kita selesaikan masalah ini haruslah kita kembalikan kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam.

Al-Qur`an dan Sunnah dapat memberikan jawaban yang tepat, dari manakah akar dari masalah-masalah tersebut.

Firman Allah subhanahu wa ta`ala yang artinya :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum itu, selagi ia tidak mengubah yang ada di dalam hatinya." [Surah Ar-Rad, ayat 11]

Hadits Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam yang artinya :
"Di dalam diri manusia itu ada seketul daging. Jika baik daging itu maka baiklah jasadnya. Jika rosak daging itu, maka rosaklah jasadnya. Ketahuilah itu adalah hati."

Dapat kita lihat dari Al Qur'an dan Hadith tadi setiap penyakit yang timbul pada diri manusia itu, adalah berawal dari hati. Hati yang sakit (jahat) akan mendorong mata, kaki, tangan berbuat jahat. Maka lahirlah masyarakat yang jahat, seperti merampok, membunuh, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.

Penyakit masyarakat ini dapat diibaratkan sebagai sebatang pokok yang mengeluarkan buah yang beracun. Buah yang beracun itu disebabkan pohon yang beracun. Jadi untuk menghilangkan buah yang beracun itu hendaklah ditebang pohon itu terlebih dahulu. Bukan buang buah saja. Sebab kalau yang dibuang buahnya saja, sepuluh buah yang kita buang akan tumbuh pula sepululh pohon yang beracun. Begitulah seterusnya.

Oleh itu untuk panduan yang lebih jelas lagi, kita lihat bagaimana Rasulullah dapat mengobat penyakit masyarakat ketika itu hingga menjadikan orang miskin sabar dan redha dalam kemiskinan dan orang kaya pemurah. Seperti Abu Hurairah yang menjadi ketua dari puluhan fakir miskin yang tinggal di Serambi Masjid Madinah. Sayidatina Fatimah, seorang wanita miskin walaupun anak Rasulullah dan menikah pula dengan Sayidina Ali yang begitu miskin lagi pejuang pula. Kemudian perpecahan diantara satu golongan dapat disatukan seperti Muhajirin dan Anshar. Baginda Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam dapat mendidik masyarakat jahiliah kepada kenal dan cinta kepada Allah subhanahu wa ta`ala.

Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam saat itu diutus sebagai Pembawa Rahmat kepada sekalian alam. Firman Allah yang artinya:


"Dan tidak diutuskan kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat pada sekalian alam." [Surah Al Anbiya, surah 107]

Dengan keberkatan dan ketabahan Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam itu, Baginda dapat mengembalikan masyarakat kepada kebenaran.

Krisis Masyarakat di Zaman sebelum Rasulullah
Sebelum dibahas tentang bagaimanakah Rasulullah mengubati penyakit masyarakat jahiliah di zamannya, terlebih dahulu kita mengetahui akan apakah penyakit masyarakat yang mewabah ketika itu. Sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, masyarakat tertimpa berbagai macam krisis dan penyakit jiwa. Diantara penyakit yang menimpa masyarakat :
  • Sangat memuja berhala. Hati masyarakat begitu melekat kepada berhala.
  • Terlalu ketagihan dengan arak/alkohol.
  • Terlalu suka dengan riba. Bunga tinggi, tak sanggup bayar, jadi hamba.
  • Wujudnya dua empayar besar yaitu Rome dan Parsi yang menindas negara-negara lemah.
  • Pelacuran amat leluasa merebak di tengah masyarakat.
  • Akhlak kaum wanita ketika itu amat rendah.
  • Manusia terlalu bakhil, terlalu gila harta sehingga harta orang hendak dijadikan harta dia.
  • Perpecahan menjadi-jadi. Terjadi peperangan. Kadang peperangan besar hanya disebabkan hal kecil.

Cara Rasulullah Menyelesaikan Krisis
Rasulullah hanya tanamkan 3 pil saja pada diri masyarakat Jahiliah ketika itu.

Pertama, Rasulullah menanam kembali rasa tauhid kedalam hati masyarakat sehingga manusia terasa akan kebesaran Tuhan, kasih sayang, kehebatan dan keperkasaan Tuhan.

Kedua, Rasulullah menanamkan kembali cinta kepada Akhirat. Beliau memperkatakan tentang Syurga dan Neraka.

"Akhirat itu adalah lebih utama, lebih baik daripada dunia." (Surah Ad-Dhuha, ayat 4)

"Akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal." (Surah Al A'la, ayat 17)

Lahirlah manusia yang jiwanya terpaut dengan Akhirat. Akhirnya bukan saja harta dihabiskan untuk Akhirat bahkan nyawa sendiri dikorbankan. Mereka mau cepat-cepat kembali ke Akhirat. Mereka mau mati syahid menjadi para syuhada.

Ketiga, Rasulullah menanam semangat dan perasaan cinta akan sesama manusia terutamanya umat Islam untuk mengikis penyakit terlalu cinta diri sendiri, keluarga atau kawan-kawan sendiri.

"Tidak sempurna iman seseorang dari kamu sehingga dia mencintai diri saudara-saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri."

"Sebaik-baik manusia ialah manusia yang banyak berkhidmat kepada manusia yang lain."

"Barang siapa yang menunaikan hajat saudara lain, Tuhan akan tunaikan padanya 70 hajat."

Terjalin perasaan ghairah apabila menolong orang lain. Lahir perasaan kasih sayang pada orang lain. Mereka dapat merasakan nasib orang lain seperti nasib mereka sendiri, kesenangan orang lain seperti kesenangan sendiri, kesusahan orang lain seperti kesusahan sendiri, darah orang lain seperti darah sendiri, nyawa orang lain seperti nyawa sendiri.

Dengan 3 pil inilah Rasulullah dapat mendidik manusia-manusia Jahiliyah ketika itu hinggakan Allah telah memuji Rasulullah dan generasi ketika itu. Firman Allah yang artinya :
"Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia yang mengajak kepada Ma'ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah." [Surah Ali Imran, ayat 110]

Hadits Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam yang artinya :
"Sahabat-sahabatku adalah seperti bintang-bintang di langit. Jika diikuti diantara mereka niscaya kamu akan mendapat petunjuk."

Read more: http://cahayamukmin.blogspot.com/2010/05/bagaimana-rasulullah-mengobati-penyakit.html#ixzz1aTpIqmEv

Falsafah korban - Cinta Allah Mengatasi Cinta Makhluk

Posted Posted by admin in Comments 0 ulasan


Bulan Zulhijjah ialah antara bulan Islam yang banyak merakamkan beberapa peristiwa besar dalam sejarah Islam. Peristiwa terpenting yang berlaku, di antaranya seperti ibadah haji dan peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dengan anaknya demi ketaatan baginda kepada perintah Allah s.w.t. Rentetan daripada peristiwa itu, amalan ibadah korban telah menjadi sebahagian daripada syariat Allah s.w.t. yang dituntut terhadap umat Islam untuk melaksanakannya. Nabi s.a.w. menjelaskan lagi syariat tersebut dalam sebuah hadis yang bermaksud: 

Daripada Zaid bin Arqam, dia berkata: Suatu hari sahabat Rasulullah s.a.w. bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah yang ada pada korban itu?'' Jawab Rasulullah: "Ia adalah sunah bapa kamu, Ibrahim.'' Mereka berkata: "Apa yang akan kami peroleh daripadanya wahai Rasulullah?'' Rasulullah menjawab: "Bagi setiap helai rambut ada kebajikannya.'' Mereka berkata: "Bagaimana pula dengan bulunya wahai Rasulullah?'' Rasulullah s.a.w. menjawab: "Bagi setiap helai bulu ada kebajikannya.'' (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizi) 

Untuk sama-sama kita memahami falsafah pengorbanan besar di sebalik kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail itu, Allah s.w.t. merakamkannya di dalam al-Quran ayat 99-112 surah as-Shaffat yang bermaksud: Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku..... Dan Kami beri dia khabar gembira dengan (kelahiran) Ishak, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang soleh. 

Di sebalik kisah yang dirakamkan itu, terdapat dua dimensi pengorbanan yang boleh dijadikan iktibar untuk renungan kita bersama. Pertama, pengorbanan seorang ayah yang begitu lama menantikan seorang anak, kemudian apabila sudah memilikinya terpaksa pula mengorbankan perasaan cinta dan kasih tersebut, demi kepatuhan dan keredhaannya terhadap perintah Allah Taala. Kedua, ketaatan dan keyakinan penuh Nabi Ismail terhadap pengorbanan yang dituntut oleh ayahnya untuk dilakukan. Sebagai seorang anak, baginda sanggup pula mengorbankan kasihnya kepada ibu dan ayahnya dan zaman keseronokan remajanya, malah ke tahap sanggup mengorbankan nyawanya sendiri, semata-mata kerana ketaatan baginda terhadap perintah Allah s.w.t. dan perintah seorang ayah. Kedua-dua pengorbanan ini sebenarnya berpusat daripada hubungan cinta sejati mereka kepada Allah s.w.t. yang tidak berbelah bahagi. 

Dalam kes di atas, logik naluri kita akan bertanya, mengapa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sanggup mengorbankan cinta dan kasih sayang mereka demi perintah Allah Taala? Bukankah Nabi Ibrahim sudah lama mengidamkan seorang anak? Mengapa setelah dikurniakan anak, diperintahkan pula supaya menyembelihnya? Dalam keadaan itu, tentu baginda berdua boleh berdalih dengan pelbagai alasan. Tetapi mereka tidak berbuat begitu, kerana cinta mereka kepada Allah s.w.t. mengatasi cinta kepada makhluk. Tetapi persoalannya, sejauh manakah kita dapat memahami falsafah korban seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail itu? Bolehkah tahap pengorbanan umat Islam hari ini setinggi itu? Sanggupkah seorang Muslim itu menerima takdir dengan pasrah seperti kematian atau kehilangan orang yang disayanginya? Atau adakah kita lebih banyak mempertikaikan takdir yang telah Allah Taala aturkan? Mungkinkah ada lagi pada zaman serba canggih ini, remaja sehebat Nabi Ismail yang sanggup berkorban nyawa, kasih dan keseronokan zaman remajanya demi ketaatan dan kecintaan kepada Allah Taala? 

Sesungguhnya seandainya seorang Muslim itu apabila mereka mendahulukan cinta Allah daripada cinta makhluk, mereka pasti akan beroleh jaminan besar sebagaimana yang disebut oleh Rasulullah s.a.w. dalam sebuah hadis yang bermaksud: Ada tujuh golongan yang mendapat perlindungan daripada Allah pada hari yang tidak ada perlindungan melainkan perlindungan Allah s.w.t. iaitu imam yang adil, pemuda yang mengabdikan diri untuk beribadah kerana Allah, lelaki yang hatinya sentiasa terpaut dengan masjid, dua orang lelaki yang bersahabat, mereka bertemu kerana Allah dan berpisah juga kerana Allah, lelaki yang digoda oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan kemudian menolaknya lalu berkata: "Sesungguhnya aku takutkan Allah'', lelaki yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang tangan kanannya sedekahkan dan lelaki yang menitiskan air mata, beribadah menyebut nama Allah ketika bersendirian. (Riwayat Muslim) 

Sehubungan itu, Islam menjelaskan bahawa cinta seseorang hamba kepada Allah s.w.t. itu haruslah berlandaskan kepada ittiba' (ikutan) dan ketaatan sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah s.w.t. seperti mana yang diamalkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam cerita tersebut. 

Hal ini dijelaskan oleh Allah s.w.t. melalui firman-Nya yang bermaksud: Katakanlah (wahai Muhammad) jika benar kamu mengasihi Allah, maka ikutilah Aku, nescaya Allah mengasihi kamu dan mengampunkan dosa-dosa kamu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani. (Ali Imran:31) 

Sesungguhnya sumber cinta daripada Allah Taala merupakan sumber cinta yang paling tinggi dan utama. Apabila berlaku pertembungan antara cinta Allah Taala dengan cinta makhluk, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memenangkan cinta mereka untuk Tuhannya tanpa ragu-ragu. Baginda mengetahui bahawa meletakkan cinta Allah pada tempatnya adalah satu kedudukan cinta yang tinggi yang hanya akan lahir bagi orang yang sudah cukup kenal akan Allah Taala. Menurut Imam al-Ghazali bahawa ma'rifah (ilmu pengetahuan) itu akan mendahului cinta sebab, cinta tanpa ma'rifah tidak mungkin berlaku. Ini kerana manusia hanya dapat mencintai sesuatu yang dikenalinya sahaja. Pepatah Melayu ada menyebut, 'Tak kenal maka tak cinta'. Ia seolah-olah membenarkan pendapat Imam Ghazali tersebut. 

Dalam kisah tersebut, demi membuktikan cinta mereka adalah benar, lalu Allah s.w.t. menguji mereka dengan bentuk ujian yang sukar diterima oleh akal manusia biasa. Oleh itu, benarlah bahawa cinta yang tulus ikhlas itu memerlukan pengorbanan yang mesti ditempuh melalui sesuatu ujian dan dugaan terlebih dahulu. Apakah bukti cinta mereka? Tidak lain dan tidak bukan mereka telah mengorbankan cinta mereka yang sementara kepada cinta yang kekal abadi. 

Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah s.w.t. mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang yang dusta. (Al-Ankabut: 3) 

Oleh itu, Muslim yang benar-benar kenal akan Allah Taala sanggup menggadaikan harta dan wang ringgit. Mereka juga sanggup mengorbankan kasih mereka terhadap anak-anak dan keluarga sendiri, malah nyawa sekalipun semata-mata kerana mendahului cinta Allah s.w.t. Apabila cinta Allah Taala sudah memenuhi hatinya, maka barulah datang cinta kepada Rasulullah s.a.w. dan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Itulah kedudukan cinta yang betul yang menerbitkan kemanisan iman yang tiada taranya. Malangnya umat Islam hari ini tidak memahami konsep 'al-Aulawiyat' ini. Mereka dengan mudah terjerumus dengan cinta makhluk-Nya sehingga sanggup dikongkong oleh nafsu tamak, rakus, bakhil dan mengutamakan keuntungan dunia tanpa had dosa atau pahala. Akhirnya kebinasaan dan kerugian yang terpaksa diratapi dan disesali apabila jasad mereka menjadi bahan makanan kepada cacing dan ulat di dalam tanah. 

Di dalam al-Quran Allah s.w.t. memberi amaran kepada manusia melalui firman-Nya yang bermaksud: Katakanlah (wahai Muhammad) jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu bimbang kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq. (At-Taubah: 24) 

Hal ini kerana cinta yang hakiki bukan diukur berdasarkan pandangan mata makhluk atau kerana tuntutan hawa nafsu semata, tetapi lebih mengikut pandangan Allah Taala yang dialirkan ke dalam hati setiap makhluk-Nya. Malah semua anugerah Allah Taala kepada manusia seperti nikmat kebaikan, kemewahan, hidup dan mati semuanya adalah rahmat dan kasihan belas-Nya pada kita yang kadang-kadang gagal difahami falsafah sebenar di sebalik pemberian tersebut. Dalam sebuah hadis, Rasulullah s.a.w. mengingatkan kita melalui sabdanya yang bermaksud: Hampir tiba suatu masa di mana bangsa-bangsa dan seluruh dunia akan datang mengerumuni kamu bagaikan orang-orang yang hendak makan dan mengerumuni talam hidangan mereka.'' Maka salah seorang sahabat bertanya "Apakah kerana kami sedikit pada hari itu?'' Nabi s.a.w. menjawab, "Bahkan kamu pada hari itu ramai sekali, tetapi kamu umpama buih pada waktu banjir, dan Allah s.w.t. akan mencabut rasa gerun terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah s.w.t. akan mencampakkan ke dalam hati kamu penyakit wahan.'' Seorang sahabat bertanya, "Apakah wahan itu wahai Rasulullah?'' Nabi s.a.w. menjawab, "Cinta pada dunia dan takut pada mati. (Riwayat Abu Daud) 

Justeru itu Islam telah menyusun dan mengatur tatacara berkorban dengan kemas dan sempurna supaya kita memahami pengajaran di sebalik peristiwa agung tersebut. Falsafah daripada pensyariatan ibadat ini nanti akan mengekalkan ingatan kita kepada lambang cinta agung Nabi Ibrahim yang mengorbankan puteranya Nabi Ismail demi cinta dan taqarrub mereka kepada Allah s.w.t. 

Firman-Nya yang bermaksud: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku, maka (beritahu kepada mereka): Sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir (kepada mereka). Aku perkenankan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka menyahut seruan-Ku (dengan mematuhi perintah-Ku), dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku supaya mereka menjadi baik serta betul. (Al-Baqarah : 186) 


Read more: http://cahayamukmin.blogspot.com/2008/12/falsafah-korban-cinta-allah-mengatasi.html#ixzz1aTlR65yn

Halusnya Rasulullah s.a.w Dalam Berdakwah

Posted Posted by admin in Comments 0 ulasan

Perjuangan Islam itu sangat seni. Bukan semua orang nampak, sebab itu umat Islam huru hara di dunia ini. Berani dah ada, usaha gigih, mana ada umat Islam tak berjuang? semua gigih berjuang, ramai pula, tapi mana ada kejayaan? makin hina sebab berjuang tak ada seni. Sikit-sikit nak tembak orang, nak mengata orang, itu bukan seni.

Islam itu halus, dia punya seni. Siapa boleh buat yg seni-seni itu yang boleh mengetuk fitrah orang, boleh orang senang, tengok sahaja dah jatuh hati. Itulah watak benda yang seni. Kalau kita berjuang tak seni, macam kita dengar orang pukul besi, dengar sahaja tak larat, fikiran perasaan serabut pasal tak seni. Berjuang yang tak seni pukul pahat sana sini, akhirnya sakit jiwa.

Islam itu seni. Tengok bagaimana seninya Rasulullah SAW,

Contoh ke 1 :

Satu hari baginda bawa Sayidina Umar. Rasulullah tahu Umar ni siapa. Umar ni berani, jiwa kuat, sebelum masuk Islam dah pernah bunuh orang.

Satu hari Baginda ajak Umar pergi tengah padang pasir, ikut jelah tak payah tanya, Rasulullah bawa ke satu lembah, wadi. Di situ ada bangkai unta, kuda, kambing, kepala manusia pun ada, tengkorak manusia pun ada.

Rasulullah kata, “hai Umar apa kau lihat di sini, ini tempat busuk, bangkai binatang ada, manusia pun ada. Dulu mana ada undang bunuh, tangkap, bicara mana ada, bunuh campak sahaja”.



Bila Sayidina Umar lihat ada bangkai binatang dan manusia di situ, dia berkata pada Rasulullah, “ini bangkai wahai Rasulullah, campur antara bangkai manusia dan binatang”.
Rasulullah jawab, “inilah hakikat dunia, orang buru dunia senasib dengan yang kena buru”.

Ini seni. Mana ada tok guru yang ajar begini, kalau di masjid tok guru sekadar bersyarah , mana ada tok guru bawa murid lihat bangkai dan bersyarah depan bangkai tentang dunia?

Contoh ke 2 :

Berlaku juga di zaman Rasululah, orang-orang badwi yang baru peluk Islam, orang badwi ni tak faham adab, tak bertamaddun, walaupun dia masuk Islam tapi banyak lagi yg dia tak faham. Satu hari dia berada di masjid, dia kencing dalam masjid. Rasulullah ada sahabat-sahabat pun ada. Walaupun badwi itu juga seorang sahabat tapi dia baru dididik.

Sahabat-sahabat yang lain apabila melihat keadaan itu naik berang juga, sedangkan wahyu belum sempurna, sahabat ikut apa yg turun waktu itu. Banyak yang mereka tidak tahu lagi, sebab itu ada sahabat yang marah, sahabat nak bertindak. Tapi Rasulullah kata, “TAK APA, biarkan“. Kemudian Rasulullah yang cuci najis, buang, basuh, semua.

Itukan seni. Rasul tak marah, jadi sahabat-sahabat lain yang menyaksikan perbuatan Rasulullah itu terpukullah. Rasulullah bukan sahaja tidak marah malah tolong basuhkan pula.

Macamana tak berjaya Rasulullah didik orang? Jadi sahabat-sahabat lain pun terpukul sama dan yang terkencing itu pun turut insaf. Rasulullah tak marah, dia basuh. Jadi kedua-duanya terdidik. Sahabat menjadi tahu teknik berdakwah, yang terkencing itu insaf.

Sebenarnya Islam itu seni, kalau tak seni orang takkan boleh ikut.

Contoh ke 3 :

Satu hari Rasulullah bawa duit 2 dirham, baginda ke pasar. Di tengah jalan jumpa budak sedang menangis, rupanya dia adalah hamba pada seorang perempuan. Bila lihat budak itu menangis Rasulullah tanya mengapa.

Budak itu jawab, “saya dibekalkan oleh tuan saya duit 2 dirham nak beli sesuatu, tapi duit itu dah hilang, itu yg saya takut. Biasanya kalau saya salah kena pukullah”.

Bila mendengarnya Rasulullah pun terus bagi duit pada budak itu. Setelah selesai membeli belah budak itupun balik, di tepi jalan Rasulullah jumpa lagi budak itu menangis lagi. Lalu Rasullah bertanya, “mengapa menangis? kan saya dah bagi duit?”

Budak itu menjawab, “tadi saya menangis karena hilang duit, yang menangis kali ini karena saya terlewat nak balik, biasanya kena marahlah”. Lalu Rasullah berkata, “kalau begitu tak apalah, saya hantar”. Lalu Rasulullah pun hantarlah. Bila tuan dia tengok Rasulullah, dia pun malulah nak marah.

Kan seni tu? siapa boleh buat macam tu? Kita tengok budak tengah jalan compang camping tak pedulilah, menangis ke tak awak punya pasallah termasuk ulama. Itulah dakwah seni.

Contoh ke 4 :

Satu Hari Raya, Rasulullah nak ke masjid, dia lihat di tepi jalan ada budak-budak bermain-main dan ada sorang yang tak main tapi dia menangis, Rasulullah pun terus pergi kepada budak itu.

Rasulullah sangat sensitif perasaannya, nampak pelik sikit dia terus tanya, “mengapa awak menangis ni, orang lain sedang suka-suka main-main”. Dia pun cerita, “saya sedih ayah dah mati mak saya kahwin lain, ayah tiri biarkan saya, hari ini hari raya saya tak dapat pakaian macam kawan-kawan lain”.

Apa kata Rasulullah? Rasulullah kata, “kau nak tak aku jadi ayah kau, dan Aisyah jadi mak kau?”. Budak itu setuju. Lalu Rasulullah terus bawa balik ke rumah dan bagi pakaian baru padanya.

Read more: http://cahayamukmin.blogspot.com/2011/06/halusnya-rasulullah-saw-dalam-berdakwah.html#ixzz1aTjn2cON

Jumaat Hari Kebesaran Umat Islam

Posted Posted by admin in Comments 0 ulasan

JIKA orang Yahudi selalu bermegah dengan hari Sabtu sebagai hari kebesaran mingguan mereka, orang Islam pula dengan hari Jumaat yang disifatkan penghulu segala hari dan hari raya mingguan umat Muslimin.

Jumaat mendapat penghargaan istimewa berbanding hari lain sehingga dalam al-Quran dinamakan satu surah iaitu al-Jumu'ah yang diturunkan di Madinah dengan 11 ayat.

"Wahai orang yang beriman! Apabila diserukan azan untuk mengerjakan solat pada hari Jumaat, maka segeralah kamu pergi (ke masjid) untuk mengingati Allah (dengan mengerjakan solat Jumaat) dan tinggalkanlah berjual beli (pada saat itu) yang demikian adalah baik bagi kamu, jika kamu mengetahui (hakikat yang sebenarnya)." (al-Jumu'ah:9)

Menurut Tafsir Pimpinan Ar-Rahman, ia dinamakan surah al-Jumu'ah (hari Jumaat) kerana pada ayat 9, Allah Taala memerintahkan umat Islam segera ke tempat solat Jumaat sebaik saja mendengar seruan azan serta meninggalkan urusan kerja masing-masing seperti berjual beli.

Kitab itu menerangkan, dalam ayat terbabit Allah Taala menetapkan hari Jumaat sebagai hari besar mingguan bagi umat Muhammad s.a.w serta memerintahkan supaya mengadakan satu solat khusus menandakan kebesaran hari Jumaat menggantikan sembahyang Zuhur.

"Dengan ayat ini dan berikutnya Allah Taala perintahkan umat Islam segera ke tempat solat Jumaat sebaik saja mendengar seruan azan serta meninggalkan kerja masing-masing seperti berjual beli dan kerja lain untuk mendengar khutbah dan mengerjakan solat Jumaat.

"Selesai solat Jumaat, mereka digalakkan untuk meneruskan usaha mencari rezeki sambil mengingati Allah.

"Mereka yang mematuhi ajaran Allah akan beroleh kejayaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat," terang kitab itu.

Nabi s.a.w juga melalui hadisnya ada menjelaskan kemuliaan hari Jumaat sebagai hari raya mingguan umat Islam seperti dalam beberapa hadis yang dinukilkan dari kitab Ihya Ulumiddin karya Imam al-Ghazali.

Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah, maksudnya: "Bahawa ahli dua kitab itu (orang Yahudi dan Nasrani), diberikan kepada mereka hari Jumaat, maka bertengkarlah mereka, lalu berpaling daripadanya. Dan diberi petunjuk kita oleh Allah Taala untuk menerima hari Jumaat itu dan dikemudiankan oleh Allah memberikannya kepada umat ini dan dijadikannya menjadi hari raya bagi mereka. Maka adalah umat ini menjadi manusia yang lebih utama didahulukan dan ahli kedua kitab itu menjadi pengikutnya."

Melalui hadis lain Nabi s.a.w bersabda, maksudnya: "Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari ialah hari Jumaat. Pada hari Jumaat, dijadikan Adam a.s., dia dimasuk ke syurga, diturunkan ke bumi, diterima taubatnya, dia meninggal dan berdirinya kiamat. Adalah hari Jumaat pada sisi Allah itu hari kelebihan. Begitulah hari Jumaat dinamakan oleh kalangan malaikat di langit iaitu hari memandang kepada Allah Taala dalam syurga." (Diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah)

Al-Ghazali dalam kitab terbabit berkata, hari Jumaat adalah hari besar dan agama Islam dibesarkan (dimuliakan) oleh Allah dengan sebab hari berkenaan.

Menurutnya, orang Islam dikhususkan dengan hari berkenaan dan diharamkan orang Islam melakukan urusan duniawi, malah setiap perbuatan yang menghalangi mereka daripada menghadiri masjid menunaikan solat Jumaat.

Nabi Muhammad s.a.w bersabda dalam hadis yang bermaksud: "Bahawa Allah Azzawajalla mewajibkan atasmu solat Jumaat pada hariku ini, pada tempatku ini." (Hadis riwayat Ibnu Majah daripada Jabir)

Hadis berkenaan secara tegas memaklumkan kepada orang Islam mengenai kewajipan meraikan keistimewaan hari yang mulia itu dengan melakukan solat Jumaat. Sesiapa yang berkewajipan, tetapi tidak menunaikannya dikira berdosa.

Malah, Rasulullah s.a.w mengingatkan mereka yang sengaja meninggalkannya melalui sabdanya bermaksud: "Sesiapa yang meninggalkan Jumaat tiga kali tanpa halangan, nescaya dicap oleh Allah pada hatinya." (Riwayat Ahmad)

Satu kisah diceritakan. "Datang seorang lelaki kepada Ibnu Abbas, menanyakan mengenai orang yang mati tidak menghadiri Jumaat dan solat Jumaat.

Lalu jawab Ibnu Abbas: "Dalam neraka."

Orang itu berulang kali menemui Ibnu Abbas selama sebulan lamanya, menanyakan yang demikian. Tetapi Ibnu Abbas tetap menjawab: "Dalam neraka."

Daripada hadis yang diriwayatkan Anas daripada Nabi s.a.w bahawa Nabi bersabda: "Datang kepadaku Jibril a.s dan pada tangannya sebuah cermin putih, seraya berkata: 'Inilah Jumaat, yang diwajibkan atas engkau oleh Tuhan engkau, untuk menjadi hari raya bagi engkau dan umat engkau sesudah engkau.'"

Lalu aku berkata: "Apakah yang ada untuk kami pada hari Jumaat itu?"

Jawab Jibril: "Engkau mempunyai waktu yang baik. Sesiapa berdoa padanya kebajikan, nescaya dianugerahkan dia oleh Allah atau dia tiada memperoleh bahagian, maka disimpankan oleh Allah bahagiannya yang lebih besar.

"Atau berlindung ia daripada kejahatan yang telah dituliskan kepadanya, nescaya dilindungi Allah yang lebih besar daripada kejahatan itu. Hari Jumaat adalah penghulu segala hari pada kita. Kita bermohon kepada Allah pada hari akhirat, akan menjadi hari kelebihan."

Lalu aku bertanya: "Mengapa demikian?"

Maka jawab Jibril a.s: "Sesungguhnya Tuhan engkau Azzawajalla telah menjadikan dalam syurga sebuah lembah yang luas, dari kasturi putih. Maka apabila datang hari Jumaat, nescaya turunlah ia dari syurga yang tinggi di atas kerusinya.

Lalu jelaslah ia kepada mereka, sehingga mereka memandang kepada wajahnya yang mulia." (Diriwayatkan as-Syafie dan at-Tabrani daripada Anas, isnad daif)

Dalam hadis lain dinyatakan: "Bahawa tiap-tiap hari Jumaat Allah Azzawajalla mempunyai enam ratus ribu orang yang dimerdekakan dari api neraka."

Pada hadis yang diriwayatkan Anas r.a bahawa Nabi s.a.w bersabda, maksudnya: "Apabila selamatlah hari Jumaat, nescaya selamatlah segala hari."

Bersabda Nabi s.a.w, maksudnya: "Bahawa neraka jahim itu menggelegak pada tiap-tiap hari sebelum tergelincir matahari pada tengah hari di puncak langit. maka janganlah kamu mengerjakan solat pada saat itu, selain hari Jumaat. Maka hari Jumaat itu adalah solat seluruhnya dan neraka jahanam tiada menggelegak padanya."

Berkata Kaab: "Bahawa Allah Azzawajalla melebihkan

Makkah dari segala negeri, Ramadan dari segala bulan, Jumaat dari segala hari dan Lailatul Qadar dari segala malam. Dan dikatakan bahawa burung dan haiwan yang berjumpa satu sama lain pada hari Jumaat mengucapkan: "Selamat, hari yang baik."

Nabi bersabda, maksudnya: "Sesiapa yang meninggal pada hari Jumaat atau malamnya, nescaya dituliskan Allah pahala syahid dan dipeliharakan Allah daripada fitnah kubur."

Di dalam buku Fatwa-fatwa Terkini oleh Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syeikh Abdullah bin Abdurahman al-Jibrin dan Syeikh Saleh bin Fauzan al-Fauzan ada menyatakan hari raya yang disyariatkan sudah diketahui kaum Muslimin iaitu Aidilfitri dan Aidiladha serta hari raya mingguan.

Hari raya mingguan yang dimaksudkan itu ialah hari Jumaat. Dengan ini tidak ragu lagi Jumaat adalah hari yang cukup besar dalam Islam.

Selamat Datang

Posted Posted by admin in Comments 0 ulasan



Assalamualaikum Wbt.

Selamat Datang ke Blog Pertubuhan Al Kuliah Imam Haji Jaafar Pontian.